METODE MEMAHAMI AL-QUR’AN
UNTUK ORANG NON-ARAB
Islam diturunkan oleh
Allah SWT ke muka bumi melalui risalah Muhammad SAW dengan kelengkapan values
(nilai-nilai) universal yang terangkum dalam Al-Quran al Karim. Al-Qur’an ini
berfungsi sebagai hudan lil al nas, pedoman dalam menjalankan hidup bagi
seluruh manusia - khususnya umat muslim. Pada giliran selanjutnya values Qur'an
telah dikondisikan dan diterjemahkan oleh sebagian umat Islam sesuai dengan
keadaan dan kemampuan intelektual - ulama muslim.
Dalam Al-Qur’an Surat
Al-Maidah ayat 3 Allah berfirman yang artinya, "Hari ini aku (Allah) sempurnakan bagimu agamamu, telah aku sempurnakan bagimu
nikmat-Ku dan Aku relakan Islam sebagai agamamu". Penjelasan ini
menunjukkan bahwa Islam dimunculkan sebagai bentuk terakhir dan dengan demikian
Islam merupakan agama yang paling memadai dan sempurna.
Karena kelengkapan dan
kesempurnaan ajaran Islam inilah sehingga dalam catatan historis perkembangan
Islam berlangsung cepat dan fantastis, hanya dalam waktu kurang lebih 23 tahun
Nabi Muhammad SAW telah berhasil menancapkan Islam secara kokoh di Makkah dan
Madinah. Dan kemudian lebih seratus tahun sejak kelahirannya, Islam telah
menancap di sebagian besar Jazirah Arabia dan bahkan pada abad kedua Hijri
telah berhasil menguasai berbagai bidang di seluruh dunia, baik bidang militer,
ekonomi, sosial, ilmu pengetahuan dan teknologi maupun pendidikan.
Dalam dunia ilmu
pengetahuan, muncul berbagai macam metodologi dan teknik yang dikembangkan oleh
para Ulama, termasuk didalamnya metodologi mempelajari ilmu-ilmu tentang
Al-Quran (‘ulum al Qur’an). Seperti ilmu nahwu,shorof, balaghoh, ma’ani dsb.
Metodologi inilah yang kemudian menghasilkan metode-metode dan teknik-teknik
yang memudahkan orang untuk mempelajari Al-Qur’an.
Namun saat ini masih belum
banyak dikembangkan metode memahami Al-Qur’an untuk umat Islam non-arab (‘ajam)
yang tidak menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa komunikasi sehari-hari. Secara kuantitas mereka tidak
sedikit, bahkan merupakan mayoritas, dan pada kenyataannya mereka kurang
memahami bahasa Al Qur’an. Oleh karena itu selain tahfidz (menghafal) Al Qur’an
yang selama ini banyak dilakukan, perlu dikembangkan metode dan teknik tafhim
(memahami) Al-Qur’an bagi bangsa non-Arab, realitas hari ini banyak orang yang bisa menghapal ayat-ayat
atau surat-surat tertentu Al-Qur’an bahkan sudah menjadi amalan-amalan wirid
keseharian, namun tidak memahami makna dan kandungan dari ayat-ayat yang
dibaca.
Berkaitan dengan hal
tersebut, saya menyambut dengan gembira hadirnya metode AN NASHR, sebuah metode
penterjemahan Al-Qur’an yang disusun oleh
saudara Muhammad Taufik ini akan memperkaya khazanah keilmuan Al-Qur’an
khususnya metode menterjemahkan Al-Quran yang praktis bagi orang-orang non-Arab
(baca: Indonesia).
Metode ini cukup baik dan
praktis, karena bisa diajarkan secara klasikal dan untuk beragam usia mulai
dari anak-anak hingga dewasa, sehubungan dengan itu saya menyarankan supaya
metode ini terus dikembangkan dan perlu diajarkan kepada dilembaga-lembaga
pendidikan baik formal maupun non formal.
Besar harapan supaya moco
Al-Qur’an angen-angen sak maknane (membaca Al Qur’an sekaligus memahami
makna yang terkandung didalamnya) tidak hanya menjadi pujian-pujian menjelang
shalat, namun bisa tertancap dalam batin setiap muslim. Dan dengan itu maka
diharapkan akan muncul generasi-generasi Qur’aniy yang bisa memancarkan
karakater-karakter kesalehan ritual sekaligus kesalehan sosial.
Jakarta, 15 Maret 2012
Prof.
Dr. KH. Tolhah Hasan
0 komentar:
Posting Komentar